Menjaring "On-board observer" di Bitung dan Sorong


Jakarta (13/02)-Pada 26 dan 28 Januari 2011, WWF Indonesia bekerjasama dengan dua sekolah tinggi perikanan, yaitu Akademi Perikanan Bitung (APB) dan Akademi Perikanan Sorong (APSOR) mengadakan acara sosialisasi mengenai isu-isu hasil Tangkapan Sampingan (Bycatch) pada armada penangkapan ikan di Indonesia, sekaligus mengadakan Pelatihan Pencegahan dan Penanganan Tangkapan Sampingan.
Acara ini ditujukan bagi taruna-taruna tingkat akhir yang akan berangkat PKL pada armada-armada penangkap ikan di Seluruh Indonesia. Kedua sekolah tersebut menyambut baik pelatihan yang diadakan WWF Indonesia ini karena kurikulum mengenai isu-isu konservasi dan kelestarian sumber daya laut, khususnya mengenai tangkapan sampingan tidak cukup banyak di sekolah masing-masing.
Dalam pelatihan ini, para peserta mendapat gambaran bagaimana peran, tantangan, dan peluang serta potensi yang dimiliki perikanan Indonesia dalam dunia perikanan global. Secara khusus, mereka juga mendapatkan praktik pelatihan penanganan penyu sebagai tangkapan sampingan. Tak hanya itu, para peserta juga mendapat pengetahuan dari pemutaran film seputar peran penting penyu di laut, sertifikatecolabeling pada produk perikanan, dan lain-lain, serta penjelasan mengenai tren global seafood yang saat ini berasal dari stok dan praktek-praktek perikanan yang bertanggungjawab dan berkelanjutan, termasuk makanan hasil laut.
Pentingnya menjaga ekosistem laut dengan salah satunya melakukan pencegahan dan penanganan tangkapan sampingan membuat mereka menyadari, hewan-hewan tangkapan sampingan ini mempunyai fungsi penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut sehingga penanganan yang benar harus diketahui oleh setiap nelayan. Karena itu, mereka menyambut positif ajakan WWF Indonesia untuk bergabung menjadi on-board observer sebagai kontribusi mereka dalam pengelolaan perikanan Indonesia yang bertanggungjawab dan berkelanjutan.
Hasilnya, 88 siswa APB dan 25 siswa APSOR bersedia menjadi on-board observer di beberapa kapal besar penangkap ikan, termasuk pukat udang dan tuna longline yang akan melaut selama 2 – 3 bulan. Kedua sekolah tersebut juga sepakat bahwa kegiatan serupa harus dilakukan setiap tahun untuk meningkatkan pengetahuan para siswa tentang isu bycatch.
Selain kedua sekolah tersebut, WWF Indonesia juga mengadakan training bersama 17 belas orang perwakilan dari empat perusahaan besar kapal pukat udang. Pelatihan kali ini difokuskan terutama pada penanganan penyu tangkapan sampingan dan juga berbagi pengalaman mengenai alat-alat yang dapat digunakan untuk mencegah tertangkapnya penyu secara tak sengaja.
Dalam kesempatan ini, para peserta juga berbagi pengalaman dalam menggunakan BRD (Bycatch Reduction Device) dan TED (Turtle Exclude Device) serta permasalahan apa saja yang mereka hadapi. Hal-hal yang dibahas sangat beragam, mulai dari permasalahan sangat teknis, yaitu kendala penggunaan TED seperti tertangkapnya ikan pari yang dapat menutupi jaring dan menurunkan hasil tangkapan, hingga isu-isu nasional adanya IUU (ilegal unregulated unreported) fishing yang terjadi pada area penangkapan mereka. Para nelayan ilegal ini biasanya datang dari Thailand, Taiwan, China, dan lain-lain.
Pelatihan pun ditutup dengan kesepakatan dukungan mereka terhadap program-program WWF Indonesia, termasuk pencatatan data dan penelitian di atas laut, serta peningkatan penggunaan TED yang akan memberikan hasil terbaik bagi mereka.
Dengan pelatihan yang dilakukan secara berkesinambungan mengenai pencegahan dan penanganan tangkapan sampingan ini, diharapkan sedikit demi sedikit terjadi peningkatan pengetahuan serta kesadaran para nelayan untuk lebih bijak, terutama saat menangani hewan-hewan laut yang dilindungi dan terancam punah tertangkap tak sengaja saat melaut. (http://www.wwf.or.id)

0 komentar: